Sabtu, 25 Juni 2011

Sabar dan Ikhlas dalam penantian





Seiring berjalannya waktu, kian tak terasa hari-hari pernikahan telah terlewati dengan penuh suka dan duka cita, kemudahan dan kesulitan yang silih berganti dilalui bersama suami tercinta. Namun demikian, tanpa kehadiran buah hati hari-hari kami mulai terasa sepi. Sebagai seorang wanita yang sudah bersuami sudah barang tentu akan mendambakan kehadiran anak-anak yang lucu dan ceria yang akan menghiasi hari-hari bahagia kami. Dalam tulisan ini saya akan berbagi cerita kepada para mama bagaimana perjuangan yang kami lalui bersama dalam memperoleh buah hati setelah tiga setengah tahun pernikahan kami. Mudah-mudahan sebagian atau keseluruhan cerita ini bermanfaat bagi para mama yang sedang dalam penantian dan mampu menumbuhkan kesabaran dan keikhlasan.


Umur pernikahan kami saat itu sesungguhnya tergolong masih sangat muda yaitu baru beranjak satu tahun, akan tetapi kami mulai merasakan kecemasan terhadap kesulitan kami mendapatkan buah hati disebabkan oleh beberapa alasan yang mungkin klasik bagi mama yang telah berhasil melaluinya.


Pertama, Saya dan suami sama-sama bekerja. Saya bekerja sebagai seorang sekretaris disalah satu perusahan oil & gas di Jakarta, sedangkan suami bekerja sebagai seorang Akuntan disalah satu perusahan transportasi di Jakarta juga. Kami termasuk pekerja keras, pergi pagi dan pulang hingga larut malam merupakan rutinitas yang kami lalui hampir setiap hari, kesibukan kami mengakibatkan kapasitas kebersamaan kami sangat sedikit. Terutama suami sebagai seorang Akuntan, tentunya lembur hingga larut malam bahkan begadang hingga pagi hari, serta masuk sabtu atau minggu adalah hal yang lumrah.


Kedua, ukuran tubuh kami berdua tergolong oversize yang terbilang melebihi ukuran ideal untuk mudah mendapatkan buah hati. Opini dokter-dokter yang kami datangi pun seakan-akan menjudge kami "ukuran badan ini yang menjadi penyebabnya" melalui statement-statement mereka "kurangi berat badan" atau "datangi ahli gizi". alih-alih kami mendatangi alih gizi atau menurunkan berat badan, sebaliknya kami berdua semakin mengabaikan kondisi berat badan kami.


Ketiga, ketika kami mulai melakukan konsultansi ke dokter, ternyata terdapat masalah pada kesehatan Kami, menurut dokter, saya terkena tokso dan rubela yang konon sebagai musuh utama bagi keberhasilan dalam memiliki keturunan. Hal ini terjadi disebabkan hobi masa kanak-kanak hingga remaja saya terhadap hewan peliharaan bernama kucing. Sedangkan suami mengalami permasalahan terhadap sperma yang dihasilkannya yang kurang baik dalam membuahi, bisa jadi ini disebabkan oleh faktor kelelahan dalam bekerja. Sekali lagi banyak saran dan aturan dari dokter yang harus kami ikuti. Hasilnya mood kami menjalani petunjuk dokter terkadang naik terkadang turun sehingga kami pun lelah dan melupakannya.


Keempat, mungkin saja tidak ada hubungannya sama sekali, karena kami memiliki sanak famili atau orang tua kami yang dulu juga sulit memiliki anak, bahkan ada yang tiga hingga tujuh tahun baru memiliki anak. Dan banyak alasan-alasan lainnya yang seakan mendukung keterlambatan kami memiliki keturunan.


Usaha kami kala itu mungkin terbilang kurang dan tidak ada semangat karena menghadapi banyak opini dan judge baik dari dokter, dari keluarga, maupun dari teman-teman dikantor dan dirumah. Satu tahun pun berlalu dengan pengharapan yang hampa, kami pun akhirnya letih mendatangi dokter kandungan kami, dan berhenti. Kami pun tidak lagi berkonsultansi dan terbenam dalam pekerjaan kami masing-masing.


Sebagai seorang wanita tentunya sangat berat bagi saya menjalani kehidupan pernikahan dengan kesulitan seperti ini. Hari-hari semakin berat kami jalani apalagi ditambah dengan banyaknya pertanyaan dari keluarga, tetangga dan teman-teman mengenai kapan kami akan memiliki buah hati. Sebal dan sedih, ya itulah yang bisa digambarkan mengenai perasaan saya saat itu. Apalagi ketika adik-adik saya yang juga menikah setelah saya ternyata lebih dulu dikaruniai buah hati, lengkaplah sudah kesedihan itu.


Alhamdulillah, saya memiliki suami yang penyabar. Suami yang sering menyemangati saya kala perasaan ini kembali berkecamuk. Menjelang tahun kedua pernikahan kami, kami pun  kembali mendiskusikan langkah-langkah untuk mendapatkan si buah hati, salah satunya adalah upaya suami mencari pekerjaan lain yang memiliki penghasilan yang lebih baik sehingga saya pun bisa berhenti bekerja untuk fokus dalam program memiliki buah hati. Niatpun kami tanamkan dan tekadkan dalam hati, dengan penuh keikhlasan kami berpasrah sebagai seorang muslim hanya kepada Allah SWT. Dhuha dan Tahajud pun tak lepas kami jalani. Usaha suami akhirnya membuahkan hasil dengan pindah pekerjaan ke salah satu perusahaan  Jepang di jalan jenderal sudirman Jakarta. Penghasilan suami pun lebih dari cukup untuk menjalankan rencana kami. Kami pun mulai mendatangi kembali salah satu rumah sakit ibu dan anak di Jakarta untuk mengikuti program fertilisasi sekitar bulan Juni 2009. Rumah sakit yang kami pilih adalah RSIA Tambak Jakarta, karena berdasarkan informasi dari beberapa teman, RSIA ini memiliki dokter-dokter terbaik dalam menangani permasalahan seperti yang kami alami. Akhirnya saya pun berkonsultansi dengan Dr. Irfan yang notabenenya adalah pemiliki dari RSIA tersebut. Dan pada bulan Juni 2009 tersebut juga, saya akhirnya memutuskan berhenti bekerja dan resmi menjadi ibu rumah tangga.


Dengan menjadi ibu rumah tangga, saya memiliki waktu yang sangat luang untuk menjalani program ini. Konsultansi dengan dokter sekali lagi menyarankan agar saya mengurangi berat badan, saran dokter ini saya ikuti karena saya menganggap dokter Irfan sangat berpengalaman dan lebih baik dalam memberikan diagnosa-diagnosa dan tidak menjudge terhadap kondisi yang saya alami. Kala itu kami baru satu kali menjalani konsultansi dan akan kembali sebulan lagi. Dalam jangka waktu sebulan tersebut saya dan suami menggiatkan diri saya untuk berolah raga. Saya sendiri giat berenang dua kali seminggu dan berlari bersama suami pada hari sabtu dan minggu, karena suami hanya sempat dihari-hari tersebut. 


Subhanallah, seakan Allah pun mendukung rencana kami, ketika kami sedang berlari di minggu pagi tepatnya di Taman Mini Indonesia Indah, kami dipertemukan dengan seorang pedagang obat Habatusaudah, beliau menyarankan kami mengkonsumsi Habatusaudah secara rutin agar memiliki keturunan tentu saja dengan seizin Allah SWT. Kami pun menjalani saran bapak itu sambil terus menjalani olah raga rutin. Sebagai pelengkap usaha kami tersebut, kamipun semakin giat menjalankan sholat lima waktu, sholat dhuha dan juga tak ketinggalan sholat tahajud dimalam hari. Kami juga melengkapinya dengan berpuasa senin-kamis. Insya Allah inilah alat-alat utama dengn mendekatkan diri kepada Allah SWT, kami yakin bahwa kami mewujudkan keinginan tersebut. 


Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah, tanpa harus mengkonsumsi obat yang di berikan dokter karena sesungguhnya saya alergi terhadap obat-obatan. Genap satu bulan saya berhenti bekerja, akhirnya dengan seizin Allah, test pack yang kami pakai menunjukan label positif atas kehamilan saya, tentunya ini adalah mukjizat dari Allah karena hari itu  bertepatan dengan hari pertama berpuasa di bulan Ramadhan. Kami pun langsung membawa hasil test pack ke dokter untuk dikonsultansikan dan benar ternyata saya sudah hamil sekitar dua minggu lebih. Mukjizat Allah yang kedua adalah ternyata berdasarkan hasil diagnosa dokter saya tidak lagi perlu khawatir terhadap penyakit tokso dan rubela saya, dengan seizin Allah, penyakit-penyakit saya sudah bersih sama sekali, dan akhirnya sembilan bulan kemudian tepatnya 09 April 2010, buah hati pertama kami lahir pukul 15:20 sore. Kami menamainya Razan Muhammad Ihsan Kurniawan yang memiliki arti agar kelak anak kami menjadi "Lelaki yang berwibawa seperti/mencontoh nabi Muhammad SAW yang selalu membawa ihsan/kebaikan bagi lingkungannya dan selalu dikaruniai tuhan (sesungguhnya kurniawan berasal dari akhiran nama sang ayah).


Demikianlah segores tulisan pembuka blog pertama saya ini, semoga sedikit banyak menggugah kesabaran dan keihklasan mama yang masih dalam penantian.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar